Refleksi 61 Tahun PMII: Siapakah Musuh Kita & Sebuah Tawaran Gerakan

Oleh: Pria Ubaydillah (Ketua Umum PMII Politeknik Negeri Manado Periode 2021-22)


Siapakah lawan PMII hari in? Dan tawaran apa yang akan PMII berikan untuk bangsa dan negara?

Berangkat dari percakapan ketika momen hari lahir PMII pada tanggal 17 April kemarin, sepertinya kita harus merefleksikan apa-apa saja yang sudah dan yang akan terjadi di PMII. Ditambah lagi sudah sepatutnya kita untuk terus mengamalkan apa yang selalu menjadi ciri khas dan syarat dari sebuah gerakan kolektif, yaitu Aksi, Evaluasi, Proyeksi. Ditinjau dari pandangan penulis yang berlatar keilmuan eksakta, ada beberapa hal yang akan coba penulis tanggapi.

PMII Dalam Wilayah Fakultas Teknik Dan Siapakah Musuh Kita?

Pada umumnya latar belakang ilmu teknik selalu identik dengan hal yang berbau kepastian dan ditambah dengan dalil penguatnya yaitu, Kumpulan rumus. Hal ini yang membenarkan bahwa mahasiswa teknik adalah penganut teori “Ockham Razzor” (pisau cukur Ockham) dari William Ockham, yang di mana jika dihadapkan pada banyaknya penjelasan terhadap suatu fenomena, maka pilihlah versi yang paling sederhana. Jargon yang ada ialah “kalau ada yang gampang, kenapa cari yang susah?”. Dibuktikan dengan bagaimana mahasiswa teknik menyelesaikan hal yang berbau matematis. Hal ini juga yang memperkuat kenapa mahasiswa ilmu teknik cenderung mengarah ke extrimis, bahkan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) menyebut bahwa fakultas eksakta (ilmu teknik bagian dari fakultas eksakta) dan fakultas kedokteran paling rentan disusupi paham radikal. Memang terdengar klise tapi fakta yang terjadi dilapangan seperti itu, karena terbiasa dengan sesuatu yang  serba hitam-putih, dan serba benar atau salah.

Dengan ini sebenarnya sudah sangat terlihat bahwa siapa lawan atau musuh PMII hari ini. Nilai-nilai ruh PMII akan menghadapi tantangan dan akan terus merasa tertantang jika dibenturkan dengan hal ini, akan ada proses diskusi panjang dimulai dari pembukaan cakrawala berfikir soal Aswaja yang kental dengan nilai ideologisnya, prinsip-prinsipnya, dan pandangan historisnya. Sudah takdir dari PMII yang berhaluan Ahlussunnah Wal Jamaah untuk terus berhadapan dengan lawan yang tidak akan pernah mati ini. Bukankah kita punya tanggungjawab terhadap penanaman nilai-nilai keIslaman yg dalam hal ini Aswaja, dan Keindonesiaan? Sudah sewajibnya PMII untuk terus mewawas diri, bahwa tantangan tidak akan pernah berhenti dan musuh akan terus ada, bahkan mungkin berlipat ganda.

Paradigma Menggiring Arus Berbasis Realita dan Sebuah Tawaran

Paradigma menurut Thomas Kuhn adalah cara meninjau atau pandang benda-benda, asumsi-asumsi yang dipakai bersama, yang mengatur pandangan dari suatu zaman dan pendekatannya atas masalah-masalah ilmiah. Simpelnya paradigma adalah sebuah ‘iman’ seseorang atau pegangan hidup manusia dalam mengarungi kehidupan berkelompok, bermasyarakat, dan berbangsa.  Dengan paradigma manusia dapat beradaptasi atau bahkan menolak hidup bersama. Dengan paradigma pula manusia dapat menemukan jati dirinya, mengenal fungsinya, dan tahu akan hak kewajibannya dalam berkelompok(1).

Paradigma Menggiring Arus Berbasis Realita yang dicetuskan pada masa kepengurusan sahabat Heri Harianto Azumi (2006-2008) menawarkan sebuah gerakan yang rapi dengan salah satu implementasinya ialah berada pada wilayah perebutan (warring positions). Dengan kata lain paradigma yang identik dengan jargonnya “masuk melalui pintu mereka, keluar melalui pintu kita” mengandaikan bahwa untuk mengubah sebuah sistem maka kita harus terlebih dahulu bertarung hingga berada dalam sistem tersebut, dengan tidak melupakan terbentuknya faktor-faktor produksi dan distribusi.

Dengan jelasnya tentang siapa lawan atau musuh PMII serta jelasnya cara pandang dan tindakan apa yang harus diambil oleh PMII, adalah sebuah tawaran untuk segera mengimplementasikannya. Sebagai contoh dalam menghadapi mahasiswa atau kelompok-kelompok extrimis, adalah sebuah tugas dari anggota ataupun kader PMII terlibat dalam kegiatan kemahasiswaan di dalam kampus untuk membendung narasi yang bertentangan dengan prinsip-prinsip dari Aswaja juga untuk mendakwahkan citra Islam yang bernuansa Rahmatan Lil Alamin. Sekalipun demikian, sekali-lagi ada faktor produksi yang tetap harus dipertimbangkan dan dipegang teguh ialah pendistribusian anggota ataupun kader haruslah sudah pantas berada pada posisi tersebut, bukan semata terjebak pada heroisme sesaat dan kemudian mati tanpa meninggalkan apa-apa selain kemasyhuran dan kebanggaan diri belaka. Adapun dengan tersebarnya para anggota PMII di ranah dunia kerja, bukan berarti implementasi dari Aswaja pun berakhir sudah. Anggota-anggota PMII yang sudah berada di lingkup pekerjaan pun mengemban tugas yang sama yaitu menyebarkan paham-paham Aswaja, sebagai contoh melestarikan tradisi-tradisi Nahdliyin seperti Tahlilan, Yasinan, Dzikir, atau mengajak para guru atau ulama NU dalam mendakwahkan prinsip Aswaja demi menjaga nuasa KeIslaman di lingkungan kerjanya.

Selama lawan belum mati, maka PMII juga tidak boleh mati. Selama musuh masih ada, maka PMII juga harus tetap ada. Sejatinya ada banyak sekali tantangan yang sudah ada di depan mata PMII, entah disadari atau tidak juga entah akan dianggap sebagai musuh ataupun juga lawan. Demikian dapat dikatakan bahwa pergerakan PMII tidak akan pernah berakhir, begitupun dengan refleksi dan proyeksinya.


Daftar Referensi

(1) Dekonstruksi Paradigma Kritis Komunitas Tradisional, PB PMII.



Reactions

Posting Komentar

0 Komentar