Penulis: Pria Ubaydillah

Guy Stuart Ritchie atau yang lebih akrab disapa GuyRitchie bisa dikatakan awam di telinga sebagian orang. Tapi bukan berarti GuyRitchie adalah sosok yang berasal dari antah-berantah. Katakanlah The Gentlemen karya terbarunya yang dirilis 15 Februari 2020 di Indonesia sudah bisa mendefinisikan secara singkat akan sosoknya. Jika belum bisa mendefinisikan, dua sekuel SherlockHolmes (2009,2011) serta Aladdin (2019) adalah karya paling banyak meraup untung dan populer yang lahir dari tangan sosok sutradara kelahiran Inggris ini.
Jika sebelumnya kita melihat film tentang mafia, gangster, bandit, atau apapun yang sejenisnya yang sering digambarkan sadis atau brutal, maka Ritchie mencoba membalikkan pola itu—ada juga Pulp Fiction (QuentinTarantino)—dengan menggambarkan bahwa kelompok-kelompok tersebut juga manusia biasa yang bisa berucap guyon, bertingkah konyol, atau bahkan mati dengan cara yang konyol. Sebagai contoh TheGodfather (1972,1974,1990) yang mengusung soal tema Ke-Mafiaan menawarkan adegan perebutan bisnis dan kekuasaan secara berdarah-darah oleh sekeluarga Corleone dan kompetitornya serta menyajikan alur yang lambat dan serius maka jangan mengharapkan ini terjadi di karya yang Style-nya Ritchie.
Yang perlu digaris bawahi adalah karya Ritchie yang menggunakan Style khas dua dekade lalu adalah karya yang tidak berbicara soal siapa tokoh yang betul-betul mengambil porsi utama karena semua tokoh berbagi porsi yang pas. Juga meskipun mengusung soal tema kriminial komedi tapi karyanya tidak pernah berbicara soal siapa yang jahat atau baik karena masing-masing tokoh memiliki sisi kekotorannya tersendiri.
Bulan kemarin di Media Sosial Ritchie terunggah sesi dialog tentang karya Ritchie dua dekade lalu, yang hal ini dilakukannya untuk memperingati hari lahir beberapa karya pertamanya dan sebagai seorang penonton alangkah baiknya juga untuk turut menaruh apresiasi.
Beberapa hal tersebutlah yang menjadi alasan kenapa karya-karya Ritchie tidak pantas jika hanya sekedar ditonton lalu dilupakan, melainkan menarik juga untuk dibahas. Karenanya mari membahas dan menyaksikan bersama karya 2 dekade lalu dari sosok yang sering juga disapa Mr.Madonna ini.

Selisih antara Menang dan Kalah Itu Berjudul Lock,Stock and Two Smoking Barrels
Selain karena karya ini Ritchie jadi nama yang diperhitungkan di dunia perfilman, karya ini juga menjadi pembuka karir dunia seni peran bagi beberapa aktor ternama hari ini seperti Jason Statham dan Vinnie Jones. Siapa yang menyangka kalau sosok Jason Statham yang dikenal dengan perannya yang dingin dan penuh dengan laga di beberapa film, sebut saja peran sebagai Ian Shaw di Movie Serial ‘Fast and Furious’(2015,2017,2019), Lee Christmas di ‘The Expendables’(2010,2012,2014), dan sebagai Frank Martin di ‘The Transporter’(2002,2005,2008) memulai perannya sebagai sosok bernama Bacon yang konyol dan ceroboh. Ada juga sosok Vinnie Jones yang sangar dan berperawakan kejam dalam dunia sepak bola profesional di klub liga Inggris memulai karirnya di dunia akting mendapatkan peran Big Chris yang tidak kalah jahatnya juga—setelahnya peran semacam itulah yang melekat di tokoh yang diperankan oleh Vinnie Jones.
Lock,Stok and Two Smoking Barrels adalah film yang menjadi awal dari Ritchie-Style yang kemudian akan diterapkan di beberapa film kedepannya—Snatch dan TheGentlemen akan dibahas selanjutnya. Film yang bertemakan drama kriminal plus komedi ini dibuka dengan adegan pengenalan tokoh di dalamnya yang secara sekilas tidak terdapat banyak keterkaitan antara satu dengan lainnya karena dilakukan pengenalan secara terpisah. Sebagai awal mulanya, dibuka dengan adegan pengenalan sekawanan anak muda yang sudah seperti saudara, ada Bacon (Jason Statham) sebagai penjual barang imitasi, Eddy (Nick Moran) sebagai pejudi dan anak pemilik Bar—hebat bukan karena bisa menghitung kartu secara matematis tetapi karena bisa membaca ekpresi dari lawan judinya, Tom (Jason Flemyng) sebagai distributor barang hasil curian, dan terakhir ada Soap yang berprofesi sebagai koki—Soap dipanggil Soap (sabun) karena dia adalah yang paling bersih dalam hal kriminal. Sekelompok anak muda lainnya adalah para mahasiswa pembuat ganja yang diketuai oleh Winston (Steven Mackintosh). Selanjutnya ada duo Hatchet Harry atau Harry si kapak (P.H.Moriarty) sebagai sosok kriminal yang disegani dan Barry The Baptist atau Barry si pembatis (Lenny McLean) yang menjadi tangan kanan dari Harry, yang terakhir ada Big Chris (Vinnie Jones) dan Little Chris sebagai ayah dan anak yang bekerja sebagai eksekutor dari Harry. Ada juga Gary & Dean (Victor McGuire, Jake Abraham) sebagai dua pencuri yang diperintahkan oleh Barry untuk mencuri dua senapan kuno dan Nick The Greek atau Nick si Yunani sebagai kolektor dari segala barang, baik itu kuno, curian, legal atau ilegal. Yang terakhir ada kubu Rory Breaker (Vas Blackwood) yang berperan sebagai mafia berkulit hitam dan kubu Doug (Frank Harper) sebagai sekumpulan pencuri. Dan ya film ini memang berisikan banyak tokoh juga bertempo cepat. Dan karena banyak tokoh inilah kekuatan Ritchie dalam membagi porsi terlihat.
Antara Menang dan Kalah itu hanyalah selisih yang sangat tipis adalah kalimat yang patut untuk menggambarkan alur cerita yang dibagun dari pertengahan hingga akhir cerita. Ketika kubu A ingin merampok kubu B, ternyata kubu C sudah berencana ingin merampok hasil curian kubu A, tapi yang tidak diketahui oleh kubu C adalah apa yang dicurinya dari kubu B adalah milik kubu D dan E. Dan bayangkan saja bagaimana jadinya jika segala kelompok kriminal menginginkan hal yang sama. Hal itu adalah sedikit gambaran bagaimana Ritchie menggambarkan peliknya dunia ini. Yang perlu disoroti juga adalah bagaimana Ritchie menutup cerita ini dengan adegan yang dilematis dan konyol, sebagai contoh meminjam dialog dari Puthut EA dan Agus Mulyadi di podcast Mojokdotco bahwa akan dialamatkan ke pilihan manakah jika terjebak dalam posisi yang sedang nyaman tiduran di atas kasur tapi tiba-tiba kebelet ingin buang air, di satu sisi jika mengiyakan buang air maka kenyamanan akan hilang, satu sisinya lagi kebelet buang air adalah sesuatu yang tidak bisa didiamkan.
Film ini juga tidak hanya berpaku pada adegan yang konyol tapi ada juga dialog dari para tokoh yang menambah bumbu humor gelap sebagai contoh dikotomi antara kulit putih dan kulit hitam atau dikotomi warga London Utara dan Selatan. Memang terkesan receh tapi sebenarnya salah satu kelebihan Ritchie adalah dalam membuat dialog yang renyah sebagai contoh berikut ini.
"Hatchet" Harry: You must be Eddie, J.D.'s son.
Eddie: Yeah. You must be Harry. Sorry, didn't know your father.
Namun dibalik semua itu ada kritikan yang muncul untuk film ini karena alasan penggunaan dialek Inggris yang buruk ditambah menurut warga Inggris dialek mereka tidak seburuk yang Ritchie tampilkan. Dan kritikan inilah yang akan Ritchie balas di karya selanjutnya, ‘Snatch’.

Mickey: Good dags. D'ya like dags?
Tommy: Dags?
Mickey: What?
Mrs. O'Neil: Yeah, dags.
Tommy: Oh, dogs. Sure, I like dags. I like caravans more.
Dags yang dimaksud ditujukan kepada dogs atau yang berarti anjing. Dialog di atas hanyalah salah satu contoh bagaimana Ritchie menggambarkan kelompok ‘Pikey’ yang identik dengan dialek mereka yang aneh dan sulit untuk dimengerti. Sosok Mickey adalah jawaban dari Ritchie kepada orang-orang yang mengatakan buruknya dialek dari para aktor di film sebelumnya. Ritchie secara tidak langsung membalasnya dengan mengatakan bahwa jika sebelumnya para penonton bingung dengan dialek para pemeran, bagaimana jika di film Snatch tidak hanya penonton yang bingung tetapi sesama tokoh fiktif dalam film juga merasa bingung. Dalam hal ini nampaknya Ritchie adalah tipe sutradara yang suka membuat jengkel dan memang tokoh Mickey yang diperankan oleh Brad Pitt juga sepanjang alur cerita tidak mau kalah dalam hal membuat jengkel.
Tapi semenjengkelkan bagaimana pun tokoh Mickey ini, dia adalah seorang yang terbentuk karena didikan seorang perempuan dan alasan itulah kenapa Mickey menyayangi ibunya dan rela melakukan apapun untuknya—salah satu konflik besar dalam cerita. Pola keterlibatan perempuan seperti ini pernah Ritchie lakukan di film sebelumnya yang ketika adegan dibutuhkannya tindakan cepat tanggap dari para korban sergapan gangster, tokoh Gloria-lah (Suzy Ratner) yang mampu untuk mengambil sikap tersebut. Memang porsi dari peran para aktris di film yang menggunakan Ritchie Style dua dekade lalu—juga di film terbarunya The Gentlemen—sangatlah minim tapi mampu untuk membuat dampak yang besar terhadap alur cerita.
Secara penyajian cerita, Snatch adalah pengulangan formula dari Lock,Stock, and Two Smoking Barrels dengan sedikit bumbu tambahan seperti dari segi pemeran tidak hanya diisi oleh pemeran asal Inggris seperti contoh ada nama seperti Brad Pitt yang sedang dalam pertumbuhan kejayaan, Benecio Del Toro yang dalam proses perintisan karir dunia peran, dan Lennie James sebagai aktor pendatang baru. Karena alasan itulah film ini disebut sebagai ulangan dari film sebelumnya tapi versi Hollywood. Formula yang diterapkan masih seputaran per-Mafiaan, rampok-merampok, dan bunuh-membunuh, tapi tidak lupa dibumbui dengan humor khas Ritchie Style. Pembagian porsi dalam hal peran juga tetap masih sama yang diisi oleh sekelompok mafia, pembunuh dan pencuri bayaran, distributor barang haram dan halal—yang tidak menggunakan cap M*I, kelompok judi, dan tentu saja ada peran kawula muda yang dimainkan oleh Jason Statham dan Stephen Graham sebagai Turkish dan Tommy.
Dari kedua karya Ritchie yang lahir dua 20 tahun lalu sama juga dalam hal melibatkan narator sebagai pengarah jalannya cerita. Bedanya jika di film Lock,Stock and Two Smoking Barrels sosok narator yang dibawakan oleh Alan Ford tidak memiliki pengaruh apapun dalam jalannya cerita selain hanya menjadi cameo sedangkan di film Snatch sosok narator diperankan oleh Jason Statham yang secara keseluruhan film terlibat dengan segala kejadian yang terjadi.
Segala formula yang diterapkannya di dua dekade lalu adalah sama yang akan diterapkannya di dua dekade kemudian, TheGentlemen adalah pengulangan dari pengulangan yang juga ditambahi bumbu dari bumbu yang sebelumnya. Lalu akan seperti apakah Ritchie Style di TheGentlemen jadinya jika seperti itu? Akan lebih menarik dan baik jika sebelum menonton dan membahas Ritchie versi 2020, diawali dengan Ritchie versi 1998 & 2000 sembari menunggu pandangan dari penonton cum penulis di tulisan yang akan datang berjudul ‘Menyaksikan Ritchie Style dalam ‘The Gentlemen’.
2 Komentar
Keren
BalasHapusTerima Kasih
Hapus